Minggu, 26 Oktober 2014

Sejujurnya, aku masih mencintainya

SEJUJURNYA, AKU MASIH MENCINTAINYA

Enam tahun berlalu, ketika masa mudaku harus terlewati tanpa cinta. Bukan karena aku tak tampan, atau mungkin karena aku ketinggalan zaman. Tapi karena dia, gadis berparas cantik kelahiran Jawa yang berhasil membuatku jera dengan apa yang namanya cinta. Gadis itu memang seperti gadis pada umumnya, hanya saja hatiku berkata lain, bagiku dia gadis yang istimewa karena hanya dialah yang mampu membuat jantungku berdetak kencang semenjak pertama kali ku bertemu dengannya. Dulu aku dan dia adalah sepasang kekasih yang sangat serasi, bahkan kita telah sepakat akan menikah setelah berhasil mewujudkan cita-cita kita berdua sebagai dokter dan dosen. Tapi sekarang, semua itu hanya tinggal kenangan yang tak mungkin akan terwujud setelah ku mendengar kabar pertunangannya dengan lelaki yang satu kampus dengannya. Semenjak itulah aku memutuskan hubungan dengan gadis yang selama satu tahun terakhir telah menjadi bagian dari hatiku.
Pada suatu hari di kota semarang, saat aku sedang menikmati senja sore yang idi sebuah toko buku tiba-tiba aku bertemu dengan gadis cantik yang mirip dengan mantanku. Tak kusangka tiba-tiba gadis itu memanggilku seraya berkata :
“ sayang. . .” (sambil melambaikan tangan dan berlari memelukku)
“( sambil melepaskan dekapan tangannya) anda siapa?, kenapa memanggilku sayang?”
“ aku aulia dit, kekasihmu dulu. . .”
“ (memandang) anda aulia?”
“ iya dit, aku Aulia. Masih ingatkah kau denganku?”
“ (menunduk dan terdiam)”
“ kenapa kau diam dit? Tak kusangka secepat itu kau melupakanku” (berbalik dan beranjak pergi)
“(memegang tangan) tunggu aulia, tunggu. . bukan maksudku tidak mengenalmu, atau bahkan melupakanmu. Justru kehadiranmu saat ini membuatku harus kembali mengulang kenangan masa lalu yang telah berusaha kuhapus dari memoriku”
 “(menunduk dan menangis) diam dit, diam. .kau pikir yang tersiksa selama ini hanya kau saja, hah?. .tidak dit, tidak. Justru selama ini dalam hatiku, dalam ingatanku tiada lain hanyalah kamu.”
“apa? Itu tidak mungkin. Bukankah kau telah bertunangan dengan lelaki lain. Bagaimana bisa di hatimu hanya ada aku. Kau pembohong Al, kau pembohong!”
(sambil mengusap air matanya) “ maksudmu apa? Selama enam tahun ini aku tidak pernah jadian sama lelaki manapun, apalagi bertunangan. Itu semua fitnah dit, fitnah ..!”
“oh, begitukah? Lalu ini apa? ( sambil menunjukkan sepucuk surat undangan pertunangan bertuliskan nama aulia dan haikal)
(terkejut) hah. . .ini undangan dari siapa dit? Aku tidak pernah membuat undangan ini, apalagi disini bertuliskan namaku dan haikal. Asal kau tahu saja, haikal hanyalah teman sekampusku dulu. Kami tidak pernah menjalin hubungan lebih dari teman”
“terserah Al, terserah kau mau berkata apa. Aku sudah tak peduli !”
“(memandang wajah Adit) oh, Jadi gara-gara masalah ini. Sekarang aku tahu Dit kenapa enam tahun yang lalu kau tiba-tiba hilang begitu saja dari hidupku, memutuskan hubungan denganku, dan melupakan semua cinta kita. Padahal kita telah berjanji akan menikah setelah sukses nanti. Tak kusangka kau tega melakukan itu padaku. . .”
( Tit. . .tit. . .tit) Tiba-tiba terdengar suara bel yang menandakan bahwa toko akan segera ditutup sepuluh menit lagi dan pengunjung diharap meninggalkan toko secepatnya. Tanpa berkata apapun aku langsung bergegas meninggalkan Aulia di sana sendirian tanpa memandang wajah cantiknya yang sekian lama sangat kurindukan. Sebenarnya aku sangat menyesal, tapi apa daya aku tak sanggup lagi mengendalikan jantungku yang terus berdetak kencang setiap memandang wajah cantiknya itu. Iya memang benar, kuakui aku masih mencintainya dan sampai detik ini, meskipun kami telah terpisah selama enam tahun rasa cinta itu tetap membara di relung hatiku.
“Adit. . .Adit. . .Adit” ( Terdengar suara Aulia yang berkali-kali memangil namaku, tapi sama sekali tak kuhiraukan. Aku justru semakin mempercepat langkahku dan beranjak pergi dari hadapan Aulia).
Satu minggu berlalu, semenjak pertemuanku dan Aulia di toko buku tersebut, setiap detik hatiku tak pernah tentram saat mengingat pengakuan dari gadis cantik yang kucintai selama ini ternyata tidak pernah menjalin hubungan dengan lelaki manapun, apalagi dengan Haikal. Lalu maksud dari semua ini apa? Mengapa Haikal mengirimkan surat undangan pertunangan ini? Tiba-tiba muncullah perasaan curiga dibenakku saat mengingat kejadian waktu itu.
Keesokan harinya, aku pergi ke Surabaya untuk menemui Haikal di rumahnya. 10 jam perjalanan telah kutempuh dan sampailah aku di sana dengan selamat.
“assalamualaikum. .(sapaku sambil mengetuk pintu)”
“waalaikumsalam, iya tunggu sebentar” (membuka pintu)
“haikal. . apa kabarmu(memeluk)”
“oh ternyata kamu dit, iya alhmdulillah baik-baik saja. Kamu sendiri bagaimana?”(sambil melepaskan dekapan adit dan mengajaknya masuk)
“aku sedang tidak baik kawan, hahaha”
“ah aku ini bisa saja dit, oh iya silahkan duduk dulu. Mau minim apa?”
“gak usah repot-repotlah kal, aku di sini tidak lama kok soalnya masih ada urusan”
“halah. .istirahat sajalah dulu kawan, apa kau tidak kangen dengan aku? Hahaha”
“hhh, kangenku hanya untuk aulia kawan. .”
“(melotot) jangan bercanda ya dit, tidak lucu kau kalau kau kangen dengan tunanganku”
“hah tunangan? Masih saja kau berani berbohong di depanku saat semua telah terbongkar. Sebenarnya apa sih yang kau inginkan ?”
“tutup mulutmu dit. Iya aku akui selama ini memang aku telah membohongimu. Tapi baguslah kalau kau sudah tau hal itu, hahaha ( tertawa mengejek)”
“Kurang ajar. Tak kusangka kau tega melakukan semua ini, apa aku pernah berbuat salah kepadamu?
“Sabar kawan, kau memang tidak pernah berbuat salah kepadaku. Tapi kau telah berhasil membuatku terus merasa iri karena kau terlalu beruntung mendapatkan wanita sebaik aulia sedangkan aku tak bisa mendapatkan semua itu”
“ternyata. . .kau benar-benar serigala berbulu domba” (seraya menggertak dan langsung melangkah keluar rumah).
Seketika itu juga aku langsung meninggalkan rumah Haikal dan bergegas menuju rumah Aulia, gadis pujaanku. Tak jauh dari Surabaya, hanya perlu waktu setengah jam aku sudah sampai di rumahnya. Kedatanganku disambut hangat oleh ibunya sembari memelukku. . .
“Nak Adit, apa kabar? Lama tante tak berjumpa denganmu”
(mencium tangan ibunya Aulia)”iya tante, sudah lama sekali kita tak bertemu. Adit Alhamdulillah sehat, kalau tante bagaimana?
“Tante agak kurang sehat dit, semenjak Aulia memutuskan melanjutkan S-2nya di Singapura”
(terkejut)” apa? Jadi Aulia sekarang di Singapura tan?”
“loh kamu malah belum tau ya nak? Tante pikir Aulia pergi denganmu”( sambil mengerutkan keningnya)
“Tidak tante, Adit malah tidak tahu apa-apa tentang Aulia, Ya sudah tan, kalau begitu tolong sampaikan salamku kepada Aulia jika dia pulang nanti. Dan tolong sampaikan juga bahwa aku akan selalu siap menunggu untuk memperistri dan menjadikannya ibu untuk anak-anak kita kelak. Jadi, Adit mohon sama tante agar mau merestui hubungan kami berdua”
(tersenyum)” iya nak Adit, tante akan selalu mendoakan kalian agar bisa bersatu”
“terimakasih tante, ya udah Adit permisi pulang dulu”
“iya nak, hati-hati di jalan”
Satu tahun berlalu semenjak kepergian Aulia ke Singapura, tiba-tiba tersiar kabar dari temannya kalau pesawat yang Aulia kendarai untuk pulang ke negeri asal mengalami kecelakaan dan tak ada satupun penumpang yang selamat. Sontak aku menjerit namanya dengan deraian air mata.
“Aulia. . .Aulia. . .” (berulang kali terus kupanggil nama itu dan berharap dia akan berdiri di hadapanku, tapi semua itu mustahil karena dia telah kembali kepada pemilik-Nya) 
Demikianlah sepenggal cerita cintaku yang harus tertunda beberapa tahun gara-gara kebodohanku yang percaya begitu saja pada fitnah yang datang untuk menguji jalinan cinta antara aku dan Aulia. Dan pada akhirnya kita pun tidak bisa bersama mewujudkan kesatuan cinta dalam sebuah bahtera rumah tangga di kehidupan dunia. Tetapi aku tetap yakin cintaku dan Aulia akan terwujud di kehidupan akhirat yang lebih abadi.